MK Putuskan Jaksa Bisa Ditangkap Tanpa Izin Jaksa Agung

3 menit membaca View : 20
AGUSTIAN, S.I.KOM
Berita, Nasional - 20 Okt 2025

JAKARTA, CNO – MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan aparat penegak hukum dapat langsung menangkap jaksa yang tertangkap tangan melakukan tindak pidana tanpa menunggu izin dari Jaksa Agung. Putusan ini menghapus keistimewaan hukum yang selama ini membuat jaksa berada di posisi berbeda dari penegak hukum lainnya.

Dikutif media Tempo.co Ketentuan itu tertuang dalam Putusan MK Nomor 15/PUU-XXIII/2025, yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 16 Oktober 2025. Permohonan uji materi diajukan oleh Agus Setiawan, Sulaiman, dan Perhimpunan Pemuda ,Madani terhadap Und,ang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

MK mengabulkan sebagian permohonan tersebut dan menyatakan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945 karena berpotensi menimbulkan perlakuan istimewa bagi jaksa. Pasal itu sebelumnya mewajibkan adanya izin dari Jaksa Agung untuk memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, atau menahan seorang jaksa.

“Sehingga Pasal a quo selengkapnya berbunyi: Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung, kecuali dalam hal: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus,” ucap Suhartoyo.

Melalui putusan ini, izin Jaksa Agung tidak lagi diperlukan dalam kondisi tertentu, seperti ketika jaksa tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau terdapat bukti permulaan yang cukup atas dugaan keterlibatan dalam kejahatan berat, termasuk korupsi, tindak pidana yang mengancam keamanan negara, atau tindak pidana yang diancam hukuman mati. Namun, pengecualian itu dibatasi hanya untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman mati, tindak pidana khusus, serta tindak pidana yang mengancam kedaulatan negara.

“Norma tersebut tidak sejalan dengan semangat equality before the law dan berpotensi melemahkan prinsip negara hukum,” ujar Hakim Konstitusi Arsul Sani saat membacakan pertimbangan hukum.

Arsul mengatakan, perlindungan hukum bagi aparat penegak hukum tetap penting, namun tidak boleh menghapus prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law). “Perlindungan hukum hanya dapat diberikan dalam batas wajar, untuk menjaga independensi penegak hukum dari tekanan,” ujarnya.

Putusan ini juga mengubah sikap MK dalam Putusan Nomor 55/PUU-XI/2013, yang sebelumnya menyatakan ketentuan serupa di UU Kejaksaan 2004 konstitusional. Kini MK menilai, perlindungan terhadap jaksa tidak boleh berubah menjadi bentuk kekebalan hukum yang menghalangi proses penegakan hukum.

Putusan ini menjadi koreksi atas situasi yang sempat terjadi baru-baru ini ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak dapat memeriksa langsung sejumlah jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kejaksaan Negeri Deli Serdang dalam penyelidikan dugaan korupsi proyek jalan PUPR di Sumut. Mereka adalah mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, Kepala Kejaksaan Negeri Mandailing Natal Muhammad Iqbal, dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Mandailing Natal Gomgoman Haloman Simbolon.

Saat itu, KPK harus menunggu izin resmi dari Jaksa Agung dan akhirnya memeriksa para jaksa tersebut di Gedung Kejaksaan Agung bersama Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas). Situasi itu sempat memicu kritik karena dianggap memperlambat penegakan hukum dan mengaburkan prinsip independensi antarlembaga penegak hukum.

Dalam putusan tersebut, dua hakim konstitusi, Arief Hidayat dan M. Guntur Hamzah, menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Mereka menilai izin dari Jaksa Agung bukan bentuk kekebalan, melainkan mekanisme perlindungan agar proses hukum terhadap jaksa tetap profesional dan akuntabel. Putusan MK ini menegaskan kembali prinsip dasar negara hukum, yakni tidak ada penegak hukum yang kebal terhadap hukum itu sendiri.

Bagikan Disalin

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Verified by MonsterInsights